Selasa, Mei 06, 2008

Kenaikan Yesus, Solidaritas Sosial dan Spiritual Power


Ditulis oleh : Christian Wijaya, Alumnus Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Media Indonesia 30 April 2008

KENANGAN atas penderitaan Yesus di kayu salib, mengundang kita untuk melihat realitas makna salib di Indonesia. Fenomena kemiskinan, kelaparan, gizi buruk, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya di Tanah Air-–baik secara langsung atau tak langsung-–telah memperburuk kondisi sosial dan kemanusiaan kita. Semua itu sesungguhnya bermakna sebagai antrean panjang para korban bencana kemanusiaan yang sedang menunggu untaian solidaritas sosial.

Namun, di pihak lain, elite kekuasaan kita justru sibuk saling tuding terhadap lawan politik sebagai tukang tebar pesona atau janji kepada para korban bencana kemanusiaan itu. Para korban bencana kemanusiaan sering dijadikan sebagai objek politik, sedangkan penderitaan mereka dijadikan sebagai objek bagi politikus untuk mengangkat popularitas di depan publik. Subjek tebar pesona adalah politikus, sedangkan subjek sejati solidaritas sosial adalah masyarakat korban. Pilatus dan para pemimpin agama pada masa itu memilih eros politik, sedangkan Yesus memilih etos solidaritas sosial.

Solidaritas Sosial

Kenangan atas penderitaan Yesus di kayu salib seharusnya mengundang setiap elite kekuasaan untuk mengubah eros politik menjadi spiritualitas politik. Dalam perspektif iman, penderitaan selalu memiliki 'blessing in disguise'. John Gray, seorang penulis ternama Inggris pernah menulis, "Semua penderitaan merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh."

Sering dalam perjumpaan dengan orang-orang seiman, penulis bertemu orang yang bermental kuat seperti Victor Frankl. Frankl adalah seorang psikolog berdarah Yahudi. Suatu ketika Frankl disekap dalam kamp konsentrasi maut Nazi, tempat dia mengalami penderitaan lahir-batin akibat penyiksaan di luar batas-batas kemanusiaan.

Meskipun demikian, di tengah penderitaan yang tidak terperikan itu, Frankl ternyata masih selalu bisa menimba surga kegembiraan berkat imannya kepada Tuhan. Iman (dalam kepercayaan/agama apa pun) juga adalah termasuk kemampuan untuk bisa melihat harapan di tengah situasi-kondisi yang 'tanpa pengharapan'.

Kenaikan Yesus Kristus ke surga, mungkin lebih tepat jika disebut Yesus kembali ke surga karena memang dari sanalah Dia semula berasal. Dia turun ke dunia untuk memperlihatkan kasih Allah dan bagaimana nilai-nilai surgawi harus dihayati dalam kehidupan dunia ini.

Karena itu, peringatan Yesus kembali ke surga kali ini seyogianya dijadikan sebagai momentum untuk menyadari pesan suci Dia bahwa dalam situasi-kondisi apa pun di dunia, kita harus tetap bisa mengupayakan dan menghadirkan nilai-nilai surgawi seperti cinta-kasih, perdamaian, pengampunan, ketabahan, dan solidaritas sosial dan kemanusiaan bagi mereka yang tengah menderita.

Betapa pun besar rintangannya, solidaritas sosial dan kemanusiaan harus tetap kita perjuangkan, khususnya dalam menghadapi berbagai krisis di Indonesia. Ini merupakan suatu perjuangan heroik yang belum selesai, namun sayangnya rasa kebersamaan kita masih terpuruk.

Padahal, kita tengah menghadapi realitas tingginya angka kemiskinan di Tanah Air, baik masyarakat yang masih di lingkaran kemiskinan maupun di bawah garis kemiskinan, dengan berbagai dampak buruknya. Sebagian lagi memang hidup di atas garis kemiskinan atau bahkan berada dalam strata kehidupan yang berkecukupan, namun tidak pernah atau kurang peduli untuk berbagi rasa dan membantu rakyat kecil yang serbakekurangan.

Dalam doktrin Kristen ditetapkan bahwa salib Yesus merupakan simbol antara keadilan dan kasih Allah. Artinya, semua pengikut Kristen wajib memerhatikan sesama manusia dan memperlakukan setiap orang tanpa pandang bulu, secara adil. Namun dalam tataran praktik, perjuangan akan hak seolah-olah menjadi segala-galanya, sehingga sering melupakan kewajiban. Misalnya kewajiban untuk menghormati hak orang lain dan kewajiban untuk memerhatikan kepentingan bersama.

Yesus melalui jalan salib telah mewujudkan kasih Allah, yaitu berjiwa besar untuk mengampuni manusia dengan mengambil alih hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada manusia. Dia selalu rela mengorbankan diri-Nya untuk kepentingan sesama, yaitu semua manusia berdosa. Masalahnya, bagaimana umat Kristen memahami perannya itu di tengah-tengah masyarakat pada masa kini yang dilanda krisis hati nurani, moral dan kepentingan bersama?

Tuntutan atas hak setiap orang yang populer sebagai hak asasi manusia (HAM) sangat menonjol akhir-akhir ini. Kita melihat demonstrasi marak di mana-mana sebagai ungkapan/wujud perjuangan HAM yang didasarkan atas tuntutan keadilan. Namun dalam realitas, dibandingkan dengan kewajiban, keadaannya sering tidak seimbang.

Spiritual power

Keikhlasan Yesus dalam berkorban untuk solidaritas sosial dan kemanusiaan telah mengangkat Dia kembali ke surga. Hal itu timbul dari kekuatan spiritual (spiritual power). Spiritual power (SP) yang bisa dibangkitkan dari dalam diri setiap individu ini merupakan suatu kesadaran riil. Kesadaran bahwa diri kita memiliki sesuatu yang dapat diberikan untuk kepentingan komunitas yang lebih luas.

SP membangkitkan kesadaran riil bagi individu berjiwa besar, dan mengalir menjadi kesadaran potensial. Bukan hanya bisa tumbuh pada diri seorang anak kecil yang rela berbagi dan memberikan apa yang dimiliki untuk suatu komunitas umat manusia, tetapi juga akan mendorong semakin banyak orang yang mau membagi potensinya dengan target sasaran yang jelas.

Ini merupakan suatu akumulasi dari seluruh potensi yang dapat didayagunakan untuk memperbaiki/ meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas tanpa memandang perbedaan agama, kesukuan, bangsa, kewarganegaraan, partai, dan golongan. Akumulasi potensi tersebut akan mendorong setiap orang untuk bersinergi, saling mengisi dan melengkapi dalam mengupayakan pembangunan kualitas kehidupan sosial dan kemanusiaan yang lebih baik.

Kebangkitan SP akan mengikis habis sikap mental ketergantungan yang hanya mau menerima sesuatu untuk dirinya sendiri tetapi tanpa mau memberi kepada orang lain. Buanglah mentalitas egois yang mendominasi diri kita. Saatnya kini kita harus segera membasmi mentalitas diri yang kerdil, minoritas, dan merasa tidak bisa berbuat banyak bagi kepentingan sesama secara universal. Selama mentalitas itu bercokol di hati para pemimpin, masyarakat yang dipimpin sulit untuk maju.

Kini kita membutuhkan para pemimpin yang mampu membangkitkan SP, karena kehadiran mereka di setiap lini kehidupan akan mendorong adanya kemajuan sosial dan kemanusiaan sesuai dengan spirit kenaikan Yesus Kristus.

Terutama di tengah mentalitas para pemimpin, kondisi bangsa dan rakyat yang sedang terpuruk. Dalam keterbatasan dana/sumber daya yang ada, spirit kenaikan Yesus dan pengorbanan-Nya diharapkan akan mampu membuat mentalitas mereka pantang menyerah dalam mengangkat harkat, martabat, dan nasib rakyat kecil tanpa bergantung pada uluran tangan dengan motif-motif kepentingan yang sempit.

Minggu, Mei 04, 2008

Good Governance

Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1. Partisipasi Masyarakat

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum

Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi

Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Peduli pada Stakeholder

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan Efisiensi

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Visi Strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Pilar-pilar Good Governance

Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1. Negara

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

2. Sektor Swasta

a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja

c. Menyediakan insentif bagi karyawan

d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3. Masyarakat Madani

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

Agenda Good Governance

Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:

1. Agenda Politik

Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:

a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.

c. Reformasi agraria dan perburuhan

d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI

e. Penegakan supremasi hukum

2. Agenda Ekonomi

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:

a. Agenda Ekonomi Teknis

Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.

Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.

Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.

b. Agenda Pengembalian Kepercayaan

Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.

3. Agenda Sosial

Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi.

Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang harus segera mendapatkan solusi yang memadai.

Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.

4. Agenda Hukum

Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.

b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.

c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.

Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.

d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.

e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.

f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.

Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.

Sumber URL : http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=GoodGovernance&op=detail_artikel&id=4

Kamis, Mei 01, 2008

Elite Neopatrimonial

Oleh : Irsyad Zamjani (Mahasiswa Pascasarjana Departemen Sosiologi UI)

Salah satu isu penting yang selalu muncul dalam hubungan antara elite dan massa adalah loyalitas. Era pascareformasi menunjukkan betapa loyalitas massa kepada para pemimpin mereka terjadi begitu massif dan menyebar.

Dalam sejarah berdirinya republik, boleh dibilang fenomena ini lebih unik dibandingkan saat revolusi atau saat meletusnya sejumlah gerakan separatisme sekalipun. Dulu, massa digerakkan elite karena adanya ide dan cita-cita yang ideal; kemerdekaan atau harapan akan sosok ratu adil (Kartodirjo, 1997), misalnya. Orang mengikuti Soekarno karena menaruh harapan besar akan terselenggaranya kemerdekaan. Orang mengikuti gerakan Kartosuwirjo karena ”tersihir” oleh cita-cita negara Islam.

Akhir 1950-an, orang mengikuti pemimpin yang berkonflik karena alasan ideologis. Pada paruh akhir 1960-an, massa mahasiswa mendukung Soeharto karena keyakinan bahwa sosok ini akan membebaskan negeri dari krisis. Sekarang rasanya tidak demikian. Kita sering menemukan loyalitas massa kepada sosok tertentu di manamana, tapi kita tidak pernah menemukan alasan mengapa loyalitas itu terjadi dan diungkapkan sedemikian ekspresif.

Fenomena itu terutama berkembang saat pemilihan kepala daerah langsung mulai digelar pada 2005. Di Tuban, massa dari calon kepala daerah yang kalah mengamuk dan merusak sejumlah bangunan.Yang mutakhir, misalnya, terjadi di Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, atau Jawa Barat.Terjadi pertikaian antarpendukung calon. Masingmasing tidak terima jika jagonya dikalahkan oleh yang lain.

Yang menarik, loyalitas massa tersebut tidak selalu berdasarkan afiliasi organisasi politik tertentu, tidak juga terhadap muasal etnisitas.Para pendukung Syahrul Yasin di Sulawesi Selatan, misalnya, bukan hanya kader PDIP, partai yang mengusungnya,tapi juga kader Golkar, partainya sendiri sekaligus partai pengusung pesaingnya.

Mereka bukan hanya Suku Makassar yang menjadi afiliasi etnis Syahrul, tapi juga Suku Bugis yang merupakan suku pesaingnya. Orang barangkali akan menemukan kerumitan lain saat Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur digelar bulan Juli kelak. Tiga orang petinggi NU sekaligus bersaing dalam pemilihan kepala daerah melalui partai ”non- NU”. Nah, kalau di kemudian hari terjadi konflik, tentulah itu konflik antarorang NU sendiri.

Neopatrimonialisasi

Dalam hal ikatan yang bersifat patron-kliental dalam sebuah relasi, kaum akademisi menyebutnya patrimonialisme. Dalam sistem tradisional, elite patrimonial merupakan suatu kelas istimewa yang, karena status sosial mereka,menguasai sumber daya politik dan ekonomi. Mereka membatasi akses massa pada kekuasaan dan kekayaan.

Menurut Gunther (1960), patrimonialisme menganut hukum pertukaran, tapi pertukaran yang terjadi antara patron dan klien umumnya bersifat idealis. Kewajiban klien untuk memberikan loyalitas dan penghormatan kepada patron akan dibalas dengan jaminan perlindungan dan rasa aman.

Seiring runtuhnya sistem tradisional, patrimonialisme tampaknya tetap dirawat. Tapi menurut kajian Brown (1994), pola pertukarannya yang mesti diubah. Jaminan pemimpin akan perlindungan dan rasa aman harus dilengkapi dengan jaminan sumber daya material. Sebaliknya,jaminan loyalitas dari para pengikut harus dilengkapi dengan mobilisasi dukungan politik secara aktif. Inilah yang disebutnya sebagai neopatrimonialisme.

Ini pula yang terjadi di masa Orde Baru (Anderson, 1991). Namun, saat itu elite neopatrimonial memusat hanya pada satu figur Soeharto. Kliennya adalah birokrat, tentara, juga para pengusaha. Soeharto tidak hanya mengayomi, tapi juga memberi kesejahteraan dan jalan pada kekayaan. Sebaliknya para klien tidak hanya loyal, tapi secara aktif memobilisasi kekuatan untuk menopang kekuasaan sang patron.

Saat Orde Baru tumbang, neopatrimonialisme Soeharto juga berakhir. Tapi, tradisi ini justru berkem bang dan menyebar. Saya ingin menyebut proses penyebaran itu sebagai neopatri monialisasi dan fenomena yang kita bahas di muka adalah salah satu bentuknya. Karakternya sama, tapi modusnya berubah. Dengan desentralisasi kekuasaan negara, para elite sekarang ingin menjadikan diri mereka sebagai patronpatron baru.Membangun rezim-rezim baru.

Caranya, mengikat sebanyak mungkin orang untuk jadi pengikut yang akan loyal dan berjuang untuk mereka. Media pengikat utamanya adalah materi. Gelaran ”pesta demokrasi”adalah momentum kontestasi elite neopatrimonial. Saat itu mereka seolah menjadi sosok sinterklas. Menebar uang ke sana-sini, memberi janji kemakmuran kepada setiap orang, dan menghasut untuk membenci para pesaing.

Para pengikut yang ”loyal” dengan seluruh jiwa dan raga akan membela mereka. Tapi, neopatri monialisme selalu mengandaikan tegangan antara kohesivitas dan faksionalisme elite. Di satu sisi, terjadi persaingan antarelite karena perebutan sumber daya politik dan ekonomi. Pada saat itu, kaum elite mengalami faksionalisasi yang, pada gilirannya, juga berdampak pada perpecahan di tingkat massa.

Di sisi lain, kaum elite adalah anggota kelas atas yang memiliki kepentingan sama, terutama, dalam mempertahankan segenap privilese mereka. Dalam kaitan ini, mereka akan melakukan kompromi dan dengan mudah melupakan persaingan masa lalu. Sementara itu, massa yang sudah terpecah secara komunal tidak mudah disatukan kembali.(*) Koran Sindo Edisi 29 April 2008

Partai Hanura



01. Sejarah Pendirian Partai

  • Pendirian Partai HANURA dirintis oleh Wiranto bersama tokoh-tokoh nasional yang menggelar pertemuan di Jakarta pada tanggal 13-14 November 2006.
  • Forum tersebut melahirkan delapan kesepakatan penting sebagai berikut.
    1. Dengan memperhatikan kondisi lingkungan global, regional, dan nasional, serta kinerja pemerintahan RI selama ini, mengisyaratkan bahwa sejatinya Indonesia belum berhasil mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945.
    2. Memperhatikan kinerja pemerintahan sekarang ini maka kemungkinan tiga tahun yang akan datang akan sulit diharapkan adanya perubahan yang cukup signifikan, menyangkut perbaikan nasib bangsa.
    3. Oleh sebab itu perjuangan untuk mewujudkan terjadinya sirkulasi kepemimpinan nasional dan pemerintahan bukan lagi untuk memenuhi ambisi perorangan atau kelompok, namun merupakan perjuangan bersama untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
    4. Perjuangan itu membutuhkan keberanian untuk menyusun strategi jangka panjang pada keseluruhan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara guna mengembalikan kemandirian dan kebanggaan kita sebagai bangsa.
    5. Untuk itu diperlukan kepemimpimpinan yang jujur, bijak, dan berani yang dapat menggalang persatuan, kebersamaan, dan keikhlasan, sebagaimana dahulu para pendahulu kita 'berhimpun bersama sebagai bangsa untuk mencapai kemerdekaan'. Sekarang saatnya kita berhimpun kembali sebagai bangsa guna menyelamatkan negeri kita.
    6. Kita kembangkan semangat perjuangan, 'Semua untuk satu, satu untuk semua'. Artinya, semua harus memberikan yang terbaik untuk satu tujuan bersama, yakni membentuk pemerintahan yang jujur dan berkualitas. Selanjutnya, pemerintahan itu benar-benar akan bekerja semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia.
    7. Perjuangan itu akan kita wadahi dalam sebuah partai politik.
    8. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati dan melindungi perjuangan yang tulus dan ikhlas ini demi masa depan Indonesia yang kita cintai bersama.
  • Delapan kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti dalam wadah partai politik bernama Partai Hati Nurani Rakyat, disingkat Partai HANURA. Pendeklarasian partai ini diselenggarakan pada tanggal 21 Desember 2006 di Jakarta.
  • Komposisi dewan pendiri Partai HANURA di antaranya adalah: Jend. TNI (Purn) Wiranto, Yus Usman Sumanegara, Dr. Fuad Bawazier, Dr. Tuti Alawiyah AS., Jend. TNI (Purn) Fachrul Razi, Laks TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, Prof. Dr. Achmad Sutarmadi, Prof. Dr. Max Wullur, Prof. Dr. Azzam Sam Yasin, Jend. TNI (Purn) Subagyo HS., Jend. Pol (Purn) Chaeruddin Ismail, Samuel Koto, LetJen. TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, Marsdya TNI (Purn) Budhy Santoso, Djafar Badjeber, Uga Usman Wiranto, Letjen. TNI (Purn) Ary Mardjono, Elza Syarief, Nicolaus Daryanto, Anwar Fuadi, Dr. Teguh Samudra dan lain-lain.

02. Mengapa Partai HANURA Harus Didirikan?
Partai HANURA harus didirikan untuk:

  • Menjawab kepedulian dan kecintaan yang mendalam terhadap nasib negara dan bangsa.
  • Menjamin kepastian masa depan bangsa Indonesia yang saat ini tidak jelas arahnya.
  • Merekonstruksi model kepemimpinan masa depan yang lebih memahami hati nurani rakyat, serta memiliki sifat-sifat jujur, tegas, berani, dan berkemampuan.
  • Mewujudkan semangat sebagaimana yang ditempuh para pendahulu kita, berhimpun bersama untuk menyelamatkan bangsa.
  • Merespons persoalan bangsa yang terlalu kompleks dibutuhkan solusi strategis, yaitu berpolitik dengan hati nurani untuk memperjuangkan kebenaran.
  • Membangun kekuatan politik yang tidak berorientasi pada kekuasaan semata, namun dengan spirit ke-Tuhanan guna kemaslahatan/kebaikan.

03. Apa yang dimaksud dengan Hati Nurani?

  • Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain, Sinar Harapan, 2001) kata 'hati nurani' diartikan perasaan yang dalam, batin.
  • Islam mengenal kata bashirah untuk menyebut hati nurani, yang berarti pandangan mata batin. Sesungguhnya, di dalam hal yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki mata hati (bashirah). (QS. Ali Imran: 13) Bashirah selalu konsisten kepada kebenaran dan kejujuran.
  • Dokumen Konsili Vatikan II, GS 16 mencatat, hati nurani merupakan petunjuk dan keputusan akhir dalam interaksinya dengan akal budi manusia dalam berhadapan dengan dirinya, orang lain, dan Tuhannya. Di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya.
  • Dalam Perjanjian Baru, Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kol 3:23) Di samping taat kepada hukum Allah, manusia juga perlu harmonisasi dalam hati nurani.
  • Etika Kebuddhaan adalah etika nurani. Melaksanakan Etika Kebuddhaan artinya membangun kebiasaan untuk berhati nurani.
  • Pemujaan Sang Hyang Atma sebagai Batara Hyang Guru dalam agama Hindu adalah pemujaan Guru yang ada dalam diri. Suara Sang Hyang Atma itu tiada lain adalah suara hati nurani. Orang yang gelap hati nuraninya cenderung berbuat yang makin menutup sinar suci Tuhan.
  • Di dalam kitab Su Si agama Kong Hu Cu mengatakan, berbuat sesuai dengan Hati Nurani itulah Tao, sedangkan bimbingan untuk hidup menempuh jalan sesuai hati nurani itulah agama. Manusia yang tidak mengenal hati nuraninya maka ia tidak mengenal Tuhan.
  • Secara sederhana, hati nurani adalah pusat kebenaran sejati. Pada akhirnya, hati nurani adalah solusi dari merosotnya akhlak dan moral bangsa Indonesia. Hati nurani sangat penting untuk mengedepankan kembali kejujuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang saat ini sedang bermasalah.

04. Lambang Partai dan Penjelasannya

Lambang Partai

  1. Gambar lambang berbentuk empat persegi panjang dengan warna putih-merah-putih mendatar, pada bagian merah bertuliskan HANURA warna putih dengan ujung meruncing berbentuk anak panah melesat maju menembus warna coklat tanah dan pada bagian putih bawah tertulis PARTAI HATI NURANI RAKYAT warna hitam.
  2. Arti warna pada lambang:
    Lambang terdiri dari warna putih, merah, hitam dan coklat tanah.
    a. Warna putih bermakna kesucian dalam mengemban amanah hati nurani rakyat.
    b. Warna merah bermakna keberanian dalam menghadapi berbagai tantangan perjuangan.
    c. Warna coklat tanah bermakna kearifan dalam mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat.
    d. Warna hitam bermakna keteguhan hati dan ketegasan sikap dalam mencapai cita-cita perjuangan.
  3. Arti simbol pada lambang:
    a. Anak panah bersudut lima melambangkan cita-cita yang akan dicapai berlandaskan Pancasila.
    b. Tulisan HANURA di tengah anak panah melambangkan derap langkah perjuangan Partai yang selalu bergerak maju mengemban amanah hati nurani rakyat.
    c. Gambar lambang berbentuk empat persegi panjang bermakna komitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.
  4. Arti lambang secara keseluruhan adalah Partai HANURA sebagai pengemban amanah suci hati nurani rakyat, senantiasa teguh berjuang menghadapi berbagai tantangan untuk mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

05. Azas, Ciri, dan Nilai Dasar Perjuangan Partai HANURA

  1. Ketakwaan; dalam gerak langkahnya senantiasa mendasarkan pada nilai etika dan moralitas atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemandirian; pribadi yang bermartabat dengan mengutamakan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk keunggulan bangsa, tanpa harus bergantung pada pihak lain dan terbebas dari intervensi pihak asing.
  3. Kebersamaan; selalu menjalin keharmonisan dari keberagaman etnis, suku, agama, bahasa, dan adat istiadat.
  4. Kerakyatan; peka dan tanggap terhadap aspirasi, tuntutan, kondisi, dan harapan rakyat serta konsisten dalam memperjuangkannya.
  5. Kesederhanaan; selalu mengedepankan sikap dan perilaku yang bersahaja.

06. Visi Partai HANURA

  • Kemandirian Bangsa
    Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan seluruh bangsa. Kita harus rebut kembali, bangun kembali kemandirian kita dalam penyelenggaraan negara.
  • Kesejahteraan Rakyat
    Sebuah kata yang sudah sangat sering diucapkan tetapi sangat sulit diwujudkan. Semua kader Partai HANURA yang juga calon pemimpin bangsa, di benaknya harus selalu tertanam kalimat 'kesejahteraan rakyat Indonesia', sekaligus mampu berusaha menghadirkannya.

07. Misi Partai HANURA

  • Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui penyelenggaraan negara yang demokratis, transparan, akuntabel, dengan senantiasa berdasar pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Melahirkan pemimpin yang bertakwa, jujur, berani, tegas, dan berkemampuan, yang dalam menjalankan tugas selalu mengedepankan hati nurani.
  • Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang berkeadilan secara konsisten, sehingga dapat menghadirkan kepastian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Membangun sumber daya manusia yang sehat dan terdidik yang didasari akhlak dan moral yang baik serta memberi kesempatan seluas-luasnya kepada kaum perempuan dan pemuda untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
  • Membangun ekonomi nasional yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan serta membuka kesempatan usaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
  • Memberantas korupsi secara total dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan bermartabat.
  • Mengembangkan Otonomi Daerah untuk lebih memacu pembangunan di seluruh tanah air dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

08. Tugas Pokok Partai HANURA

  • Partai membangun organisasi yang solid dan merakyat di semua tingkatan.
  • Melakukan rekrutmen dan kaderisasi serta upaya-upaya taktis dan strategis untuk memenangkan perebutan hati rakyat, pemilu legislatif, pemilihan presiden/wakil presiden dan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah.
  • Untuk melaksanakan misi partai dalam rangka mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat.

09. Mengapa Partai HANURA disebut Partai Organik

  • Kebalikan partai organik adalah partai mesin, yaitu partai yang hanya bergerak kalau ada instruksi dan pasokan bahan bakar dari pusat. Partai semacam ini bukan partai perjuangan, bukan partai pengabdian. Fondasinya rapuh, semangatnya diukur dari fulus semata.
  • Partai organik adalah seperti jamur yang tumbuh di mana saja dalam keadaan bagaimana pun juga, mampu menghidupi dirinya sendiri dengan memanfaatkan lingkungannya.
  • Pusat partai telah menyediakan dukungan awal dan bibit unggul yang dipercaya rakyat akan membantu kesejahteraan, selanjutnya ditanam, dirawat, dan dipanen oleh para pengurus partai di seluruh daerah.
  • Pusat partai tetap menyiapkan berbagai sarana dan cadangan yang cukup untuk menghadapi kondisi yang tak terduga, terutama menghadapi event penting.
  • Partai HANURA bukan mesin politik maka ia akan terus bergerak dan tumbuh, tanpa harus menunggu petunjuk serta dukungan dari pusat.

10. NKRI, Pancasila, dan UUD 1945

  • NKRI, Pancasila, serta UUD 1945 adalah kesepakatan kolektif bangsa yang harus dipertahankan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
  • Apabila ada niat melakukan penyempurnaan UUD 1945 harus melalui kesepakatan kolektif bangsa dengan dibangun terlebih dahulu grand design yang komprehensif melalui uji sahih/uji publik yang kredibel.
  • Penyempurnaan UUD 1945 bukan diserahkan semata-mata kepada kaum politisi, tetapi dilakukan bersama-sama dengan para arsitek konstitusi yang benar-benar ahli di bidangnya.
  • Dalam catatan sejarah bangsa, mengutak-atik NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 hanya akan menimbulkan perpecahan bangsa dan bukan menghasilkan kebaikan.

11. Struktur Organisasi Partai HANURA

  • Tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, tingkat desa/kelurahan, bahkan sampai RT/RW.
  • Kepengurusan tingkat pusat terdiri dari Dewan Penasehat, Majelis Pakar, Dewan Pimpinan Pusat dan Organisasi Sayap.
  • Para pengurus dipilih dari tokoh/kader partai yang memiliki komitmen terhadap perjuangan partai.
  • Bagi para pengurus yang mengingkari komitmennya akan terus-menerus dilakukan penggantian secara terus-menerus.

12. Motto 'Saatnya Hati Nurani Bicara'

  • Reformasi memang telah memberikan kebebasan, namun harus dibayar mahal dengan hilangnya rasa persaudaraan sebagai bangsa, dan digantikan perasaan yang penuh kebencian, dendam, curiga, saling hujat, bertengkar satu dengan yang lain, bahkan terkadang saling menyerang antar anak bangsa.
  • Keterpurukan ini tidak lain adalah buah dari nafsu yang tidak terbendung, yang tidak dapat dikendalikan.
  • Lawan dari nafsu (dalam Islam disebut nafsu zulmani) adalah kekuatan hati nurani.
  • Saatnya semua elemen bangsa diajak kembali menggunakan hati nuraninya dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.
  • Jika hati nurani mulai bicara maka sesama anak bangsa akan saling asih, asah, dan asuh, dan pada akhirnya akan terbangun suasana yang tertib, aman, dan sejahtera.

13. 'Bekerja untuk Keunggulan Bangsa'
Artinya seluruh kader Partai HANURA:

  • Sadar akan pentingnya membangun bangsa yang berkualitas untuk berkompetisi di pentas global.
  • Sanggup bekerja keras demi kemajuan bangsa.
  • Berjuang melahirkan sumber daya manusia yang unggul.
  • Meneguhkan kembali komitmen mengolah semua potensi sumber daya alam bagi kesejahteraan seluruh bangsa.